Minggu, 02 September 2012

Sejarah Pembukuan Hadis


SEJARAH PEMBUKUAN HADIS

Hadis menurut bahasa adalah perkataan. Sedangkan menurut istilah adalah perkataan, perbuatan dan ketetapan Nabi Muhammad SAW. Hadis berfungsi sebagai penjelas Al-Quran. Salah satunya adalah perintah shalat. Dalam Al-Quran, shalat hanya diperintahkan secara global. Sedangkan di dalam hadis, dapat diketahui tata cara shalat secara terperinci seperti, bacaan doa iftitah, tata cara sujud dan sebagainya. Hadis juga menerangkan ketentuan hukum yang tidak ada di dalam Al-Quran. Maka taat kepada Rasulullah wajib hukumnya setelah taat kepada Allah. Allah berfirman :
و اطيعوا الله و الرسول لعلكم ترحمون (ال عمران:132)                
Dan taatilah Allah dan Rasul, supaya kamu diberi rahmat. (Qs. Ali Imran/3:132)
Oleh karena itu mengingkari hadis sama dengan mengingkari perintah taat kepada rasul. Al-Quran dan hadis tidak dapat dipisahkan dalam pengambilan suatu keputusan hukum. Pada zaman Rasulullah para sahabatlah yang meriwayatkan hadis yang pertama. Para sahabat adalah penerima hadis langsung dari Muhammad SAW baik yang sifatnya pelajaran maupun jawaban atas masalah yang dihadapi. Pada masa ini para sahabat umumnya tidak melakukan penulisan terhadap hadis yang diterima. Kalaupun ada, jumlahnya sangat tidak berarti. Hal ini di sebabkan antara lain :
- Khawatir tercampur dengan tulisan Al-Quran
- Menghindarkan umat menyandarkan ajaran Islam kepada hadis saja.
- Khawatir dalam meriwayatkan hadis salah, dan tidak sesuai dengan yang disampaikan Nabi Muhammad SAW.
2. Hadis pada masa Khutafaur Rasyidin
Setelah Rasulullah SAW wafat para sahabat mulai menebarkan hadis kepada kaum muslimin melalui tabligh. Di samping itu Rasulullah berpesan kepada para sahabat agar berhati-hati dan memeriksa suatu kebenaran hadis yang hendak disampaikan kepada kaum muslimin. Ketika itu para sahabat tidak lagi berdiam hanya di Madinah. Tetapi meyebar ke kota-kota lain. Pada masa Abu Bakar dan Umar, hadis belum meluas kepada masyarakat. Karena para sahabat lebih mengutamakan mengembangkan Al-Quran.
Ada dua cara meriwayatkan hadis pada masa sahabat:
  1. Dengan lafal aslinya, sesuai dengan yang dilafalkan oleh Nabi Muhammad SAW.
  2. Dengan maknanya, bukan lafalnya karena mereka tidak hafal lafalnya.
Cara yang kedua ini rnenimbulkan bermacam-macam lafal (matan), tetapi maksud dan isinya tetap sama. Hal ini mmbuka kesempatan kepada sahabat-sahabat yang dekat dengan Rasulullah SAW untuk mengembangkan hadis, walaupun mereka tersebar ke kota-kota lain.
3. Masa pembukuan hadis pada masa Umar bin Abdul Aziz
Umar bin Abdul Aziz seorang khalifah dari Bani Umayah (tahun 99 - 101 H / 717 - 720 M) termasuk angkatan tabi'in yang memiliki jasa yang besar dalam penghimpunan Al Hadist. Para kepala daerah diperintahkannya untuk menghimpun Al Hadist dari para tabi'in yang terkenal memiliki banyak Al Hadist. Seorang tabi'in yang terkemuka saat itu yakni Muhammad bin Muslim bin 'Ubaidillah bin 'Abdullah bin Syihab Az Zuhri (tahun 51 - 124 H / 671 - 742 M) diperintahkan untuk melaksanakan tugas tersebut. Untuk itu beliau Az Zuhri menggunakan semboyannya yang terkenal yaitu al isnaadu minad diin, lau lal isnadu la qaala man syaa-a maa syaa-a (artinya : Sanad itu bagian dari agama, sekiranya tidak ada sanad maka berkatalah siapa saja tentang apa saja).
Az Zuhri melaksanakan perintah itu dengan kecermatan yang setinggi-tingginya, ditentukannya mana yang Maqbul dan mana yang Mardud. Para ahli Al Hadits menyatakan bahwa Az Zuhri telah menyelamatkan 90 Al Hadits yang tidak sempat diriwayatkan oleh rawi-rawi yang lain.
Di tempat lain pada masa ini muncul juga penghimpun Al Hadist yang antara lain:
  • di Mekkah - Ibnu Juraid (tahun 80 - 150 H / 699 - 767 M)
  • di Madinah - Ibnu Ishaq (wafat tahun 150 H / 767 M)
  • di Madinah - Sa'id bin 'Arubah (wafat tahun 156 H / 773 M)
  • di Madinah - Malik bin Anas (tahun 93 - 179 H / 712 - 798 M)
  • di Madinah - Rabi'in bin Shabih (wafat tahun 160 H / 777 M)
  • di Yaman - Ma'mar Al Ardi (wafat tahun 152 H / 768 M)
  • di Syam - Abu 'Amar Al Auzai (tahun 88 - 157 H / 707 - 773 M)
  • di Kufah - Sufyan Ats Tsauri (wafat tahun 161 H / 778 M)
  • di Bashrah - Hammad bin Salamah (wafat tahun 167 H / 773 M)
  • di Khurasan - 'Abdullah bin Mubarrak (tahun 117 - 181 H / 735 - 798 M)
  • di Wasith (Irak) - Hasyim (tahun 95 - 153 H / 713 - 770 M)
  • Jarir bin 'Abdullah Hamid (tahun 110 - 188 H / 728 - 804 M)
Yang perlu menjadi catatan atas keberhasilan masa penghimpunan Al Hadist dalam kitab-kitab pada masa Abad II Hijriyah ini, adalah bahwa Al Hadist tersebut belum dipisahkan mana yang Marfu', mana yang Mauquf dan mana yang Maqthu'. Pada abad ini, pembukuan hadis secara resmi tidak menyeleksi apakah yang mereka bukukan itu hadis Nabi atau ucapan sahabat atau tabi’in. Buku hadis yang terkenal pada masa itu adalah :

-          Al-Muwaththa’ karya Imam Malik
-          Al-Umm karya Imam Syafi’iy
-          Mukhtaliful Hadis Karya Imam Syafi’iy
-          Al-Mushannaf karya Al-Auza’i

Masa pendiwanan dan penyusunan
Usaha pendiwanan (yaitu pembukuan, pelakunya ialah pembuku Al Hadits disebut pendiwan) dan penyusunan Al Hadits dilaksanakan pada masa abad ke 3 H. Langkah utama dalam masa ini diawali dengan pengelompokan Al Hadits. Pengelompokan dilakukan dengan memisahkan mana Al Hadits yang marfu', mauquf dan maqtu'. Al Hadits marfu' ialah Al Hadits yang berisi perilaku Nabi Muhammad, Al Hadits mauquf ialah Al Hadits yang berisi perilaku sahabat dan Al Hadits maqthu' ialah Al Hadits yang berisi perilaku tabi'in. Pengelompokan tersebut di antaranya dilakukan oleh :
  • Ahmad bin Hambal
  • 'Abdullan bin Musa Al 'Abasi Al Kufi
  • Musaddad Al Bashri
  • Nu'am bin Hammad Al Khuza'i
  • 'Utsman bin Abi Syu'bah
Yang paling mendapat perhatian paling besar dari ulama-ulama sesudahnya adalah Musnadul Kabir karya Ahmad bin Hambal (164-241 H / 780-855 M) yang berisi 40.000 Al Hadits, 10.000 di antaranya berulang-ulang. Menurut ahlinya sekiranya Musnadul Kabir ini tetap sebanyak yang disusun Ahmad sendiri maka tidak ada hadist yang mardud (tertolak). Mengingat musnad ini selanjutnya ditambah-tambah oleh anak Ahmad sendiri yang bernama 'Abdullah dan Abu Bakr Qathi'i sehingga tidak sedikit termuat dengan yang dla'if dan 4 hadist maudlu'.
Adapun pendiwanan Al Hadits dilaksanakan dengan penelitian sanad dan rawi-rawinya. Ulama terkenal yang mempelopori usaha ini adalah :
Ia adalah salah satu guru Ahmad bin Hambal, Bukhari, Muslim, At Tirmidzi, An Nasai.
Usaha Ishaq ini selain dilanjutkan juga ditingkatkan oleh Bukhari, kemudian diteruskan oleh muridnya yaitu Muslim. Akhirnya ulama-ulama sesudahnya meneruskan usaha tersebut sehingga pendiwanan kitab Al Hadits terwujud dalam kitab Al Jami'ush Shahih Bukhari, Al Jamush Shahih Muslim As Sunan Ibnu Majah dan seterusnya sebagaimana terdapat dalam daftar kitab masa abad 3 hijriyah.
Yang perlu menjadi catatan pada masa ini (abad 3 H) ialah telah diusahakannya untuk memisahkan Al Hadits yang shahih dari Al Hadits yang tidak shahih sehingga tersusun 3 macam Al Hadits, yaitu :
  • Kitab Shahih - (Shahih Bukhari, Shahih Muslim) - berisi Al Hadits yang shahih saja
  • Kitab Sunan - (Ibnu Majah, Abu Dawud, At Tirmidzi, An Nasai, Ad Damiri) - menurut sebagian ulama selain Sunan Ibnu Majah berisi Al Hadit shahih dan Al Hadits dla'if yang tidak munkar.
  • Kitab Musnad - (Abu Ya'la, Al Hmaidi, Ali Madaini, Al Bazar, Baqi bin Mukhlad, Ibnu Rahawaih) - berisi berbagai macam Al Hadits tanpa penelitian dan penyaringan. Oleh seab itu hanya berguna bagi para ahli Al Hadits untuk bahan perbandingan.
Apa yang telah dilakukan oleh para ahli Al Hadits abad 3 Hijriyah tidak banyak yang mengeluarkan atau menggali Al Hadits dari sumbernya seperti halnya ahli Al Hadits pada adab 2 Hijriyah. Ahli Al Hadits abad 3 umumnya melakukan tashhih (koreksi atau verifikasi) saja atas Al Hadits yang telah ada disamping juga menghafalkannya. Sedangkan pada masa abad 4 hijriyah dapat dikatakan masa penyelesaian pembinaan Al Hadist. Sedangkan abad 5 hijriyah dan seterusnya adalah masa memperbaiki susunan kitab Al Hadits, menghimpun yang terserakan dan memudahkan mempelajarinya. Kitab hadis masa itu yang terkenal hingga sekarang adalah Al-Kutub As-Sittah (enam kitab  hadis), yaitu :
-          Sahih Al-Bukhari karya Imam Bukhari
-          Sahih Muslim karya Imam Muslim
-          Sunan  Abi Daud karya Imam abu Dawud
-          Sunan At-Tirmizi karya Imam Tirmizi
-          Sunan An-Nasa’i karya Imam Nasa’i
-          Sunan Ibni Majah karya Imam Ibnu Majah
Enam kitab inilah yang sampai sekarang dijadikan buku induk hadis. Para ulama ketika membahas suatu permasalahan agama dan mencari hadis-hadis nabi sebagai sumber hukumnya, maka mereka akan merujuk pada enam kitab hadis tersebut.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar